Banyak
teman seprofesi yang bertanya kepada saya bagaimanakah menjadi guru idola?
Pertanyaan itu terus terang begitu menggoda dan membuat saya melakukan refleksi
dan instropeksi diri. Bertanya pada diri sendiri apakah selama ini telah
menjadi guru idola. Idola para siswa yang merasa nyaman bila berada dalam
suasana pembelajarannya. Idola para siswa karena mampu menjadi teladan bagi
anak didiknya. Bicaranya sangat menyejukkan hati, ilmunya bak ’mata air’ yang
tak pernah habis diambil, dan kehadirannya membuat para siswa merasa belajar
menjadi menyenangkan. Mereka pun merasakan betapa nikmatnya berada di sekolah
sebagai rumah ”keduaku”.
Gambar: Guru Idola SMP Negeri 7 Salatiga Tahun 2012 |
Untuk
bisa menjadi guru idola para guru harus menata diri. Memperbaiki hal-hal yang
kurang tepat dilakukan oleh guru dan senantiasa melakukan apa yang disebut
belajar sepanjang hayat. Tak ada guru yang langsung menjadi idola para siswa,
meskipun guru tersebut berwajah ganteng dan cantik. Sebab ganteng dan dan
cantik tidak menjadi jaminan guru itu menjadi guru idola. Guru idola bukan
hanya guru yang digugu dan ditiru saja, tetapi tercermin dari tingkah lakunya
yang selalu satu kata antara perkataan dan perbuatan. Mampu memberikan
keteladanan kepada teman sejawat dan anak didiknya. Kreatif, tidak sombong, dan
rendah hati kepada sesama. Gaya bahasanya biasa saja, tidak dibuat-dibuat
seperti layaknya penyair kondang. Tetapi, bila ia bicara dan mengembangkan
senyumnya membuat mereka yang mendengarnya terdiam dan mengatakan,”inilah guru
idolaku”.
Hiduplah
dengan memberi sebanyak-banyaknya.
Dalam
hidupnya, guru idola adalah guru yang senantiasa mengajarkan kepada peserta
didiknya untuk hidup dengan memberi sebanyak-banyaknya bukan menerima
sebanyak-banyaknya. Dengan prinsip tangan di atas lebih mulia daripada tangan
dibawah, membuat dirinya merasakan harus senantiasa memberi. Memberi tidak
harus dengan sesuatu yang sifatnya materi, tetapi memberi dapat dilakukan
dengan sesuatu yang sangat mudah. Sesuatu yang sangat mudah itu adalah ‘senyum
seorang guru’. Bila guru tersenyum, maka anak didiknya akan menghampirinya
dengan kedamaian hati. Namun, bila guru tak tersenyum, maka muridpun akan
berlari, dan mengatakan dalam hatinya, “guruku tak lagi tersenyum”.
Beban
hidup yang ditanggung oleh para guru, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya
harus membuat para guru bersabar dan terus berdoa kepada Tuhan yang Maha
Pemberi. Ketika guru sadar bahwa dirinya harus senantiasa menjadi motivator
dalam hidupnya, maka guru idola akan mengatakan pada dirinya untuk selalu
memberi dan memberi. Memberi sebanyak-banyaknya dan tak harap kembali. Bagai
sang surya yang menyinari dunia. Hidupnya seperti matahari yang senantiasa
menyinari dunia mulai dari pagi sampai petang menjelang. Ketika malam
menghampiri, guru idola tak pernah lepas berdoa untuk selalu diberikan kekuatan
oleh Tuhan agar mampu menggali ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus
berkembang dan tiada henti.
Akhirnya,
guru idola tentu akan menjadi harapan semua peserta didik. Harapan kita semua
agar pendidikan ini tampil sesuai dengan apa yang kita cita-citakan. Guru idola
harus menjadi cita-cita semua guru di sekolah agar dunia pendidikan kita
kembali tersenyum. Oleh karena itu, untuk menjadi guru idola, mulailah dari
diri sendiri, mulailah dari hal yang kecil, mulailah banyak memberi, dan
mulailah menata diri sendiri untuk menjadi guru idola. Melalui Tata pikir, tata
rasa, dan tata tindakan.
Oleh: Wijaya Kusumah, S.Pd
Sumber: http://omjaylabs.wordpress.com/2009/07/31/menata-diri-untuk-menjadi-guru-idola/
Oleh: Wijaya Kusumah, S.Pd
Guru
TIK SMP Labschool Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar