Buletin BISA No. I/ 01/ 281112

“Untuk menjadi guru yang ideal, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu menawarkan cinta, kemauan untuk memahami, dan komunikasi untuk mempermudah penyampaian ilmu.” (Ciptono, Guru SLB N 2 Semarang saat Seminar Nasional Belajar Mendidik Indonesia: Menjadi Guru Inspiratif Melawan Keterbatasan untuk Mencerdaskan Bangsa)

Adanya Program Inklusi di Sekolah Belum dapat Diterima Siswa Normal

Pemberlakuan program inklusi pada beberapa sekolah belum mampu meretas perbedaan antara orang-orang normal dengan para kaum difabel. Hal ini dapat dilihat dari sikap siswa dan orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang menerapkan program inklusi

Memilih Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus

Proses pemilihan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus diperlukan kecermatan. Hal ini dikarenakan agar anak tersebut tidak merasa terpinggirkan ketika disandingkan dengan anak-anak normal lainnya

[Opini] Sekolah Inklusi

Bentuk dukungan bagi ABK bukan hanya terfokus pada diri sang anak, melainkan juga pada penciptaan lingkungan yang kondusif

[Profil] Ciptono Sang Guru Inspiratif

“Anak berkebutuhan khusus bukanlah produk Tuhan yang gagal, karena setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan. Melalui pengamatan dan kesabaran, anak yang dikarunia ketidaksempurnaan akan memunculkan kelebihan-kelebihan yang perlu dipoles dan dilatih”. (Ciptono)

Unordered List

Tampilkan postingan dengan label Buletin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Buletin. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 Januari 2013

[Opini] Sekolah Inklusi

Menurut Muryartini, 
Staff Kependidikan Institut Pertanian Bogor

  Sekolah inklusi belum banyak dikenal oleh masyarakat kita. Tak jarang orang tua keberatan jika anaknnya disatukan dengan ABK, karena takut tertular, padahal disabilitas bukan penyakit menular. Sehingga peningkatan jumlah sekolah inklusi ini membawa dampak baik. Hal itu membuat masyarakat mengenal lebih dekat tentang ABK dan memperlakukan mereka secara wajar. Bentuk dukungan berupa sikap yang wajar ini tidak begitu saja mudah dihadirkan. Masyarakat kita masih banyak yang berpandangan konservatif, mengganggap ABK sebagai seseorang orang cacat dan bermasa depan suram. Pandangan ini yang harus kita sudahi. Bagaimanapun, selain dukungan keluarga, dukungan masyarakat sangat diperlukan, karena kelak, diharapkan ABK dapat mandiri dan membaur dengan masyarakat. 
  

[Profil] Ciptono Sang Guru Inspiratif

Oleh: Erna Erviana Purnama Sari


Ciptono lahir di Desa Susukan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, pada 11 November 1963. Ia merupakan putra ketiga dari lima bersaudara. Sejak kecil Ciptono harus menjalani masa kana-kanak yang kurang begitu menggembirakan, karena pada usia 3 tahun, ia harus ditinggal sang ibu  berpulang ke rumah Allah.
Kehidupannya harus terus berlanjut. Ciptono akhirnya diasuh oleh sang nenek. Ia menjalani pendidikan di SD Negeri 1 Susukan, kemudian menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Salatiga. Setamat SMP, Ia memilih sekolah di SMA  Muhammadiyah Solo.
Ia merupakan sosok guru yang sangat peduli pada perkembangan anak-anak berkebutuhan khusus. Jiwa sosialnya untuk menolong ABK muncul sejak lulus SMA tahun 1982. Awalnya, Ciptono sempat mendaftar di Kedokteran UGM namun tidak diterima. Kemudian, dia memutuskan untuk mendaftar di IKIP Yogyakarta (UNY) dengan jurusan Pendidikan Luar Biasa.
Tahun 1989 ia mengajar Pendidikan Sejarah dan Perjuangan Bangsa dan dasar-dasar pendidikan luar biasa di Pendidikan Guru Agama Negeri. Pada tahun itu juga ia menjadi calon pegawai negeri sipil SLB C YPAC Semarang. Dari keseringannya bergaul dengan mereka yang berkebutuhan khusus, Ciptono mulai menemukan kenyataan bahwa di antara anak-anak itu ada yang memiliki bakat khusus. Kemudian ia mulai membuka sekolah berkebutuhan khusus di garasi rumahnya, yang akhirnya mendapatkan tanah sekitar 3 ha dari Gubernur Jateng untuk mengembangkan SLB, yang saat ini menjadi sekolah percontohan hingga keluar negeri.
Seiring berjalannya waktu, ia mendapatkan penghargaan atas prestasinya memberdayakan anak-anak berkebutuhan khusus, Ciptono yang pada 2003 menyabet juara I Lomba Mengarang dan Pidato Antarguru SLB se-Jawa Tengah itu mendapat berbagai penghargaan dari dinas pendidikan sampai Departemen Pendidikan Nasional. Ia juga memperoleh tujuh rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) atas kepeduliannya kepada anak-anak berkebutuhan khusus. 
Penghargaan lainnya adalah sebagai guru SLB berdedikasi tinggi dari dinas pendidikan setempat pada tahun 2003. Tahun 2005 ia menerima penghargaan sebagai guru berdedikasi tinggi dari Mendiknas Bambang Sudibyo, dan tahun 2006 menjadi juara guru kreatif. Atas prestasinya, ia diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai Kepala Sekolah SLB C YPAC Semarang. Jabatan yang terus dijabatnya dari tahun 2000 hingga 2006.
Kemudian pada Agustus 2008 Ciptono menyabet juara pertama lomba manajemen pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus tingkat nasionalIa dipercaya untuk mengepalai SLB Negeri Semarang yang baru berdiri pada tahun 2006 dan tetap menjabat hingga sekarang.
Berkat menjadi pemenang dalam Kick Andy Heroes, tahun lalu,  Ciptono, sekarang banyak menjadi pembicara di berbagai acara dan seminar tentang anak berkebutuhan khusus. Baginya, anak berkebutuhan khusus bukanlah produk Tuhan yang gagal, karena setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan. Melalui pengamatan dan kesabaran, anak yang dikarunia ketidak sempurnaan akan muncul kelebihan-kelebihan yang perlu dipoles dan dilatih.

Adanya Program Inklusi di Sekolah Belum dapat Diterima Siswa Normal

Oleh: Erna Erviana Purnama Sari
"Pemberlakuan program inklusi di sekolah masih belum mampu meretas perbedaan antara orang-orang normal dengan para kaum difabel. Hal ini dapat dilihat dari sikap siswa dan orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang menerapkan program inklusi"
Gambar: Ilustrasi Sekolah Inklusi
      Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sudah menjadi kebutuhan manusia dalam menjamin keberlangsungan hidupnya. Dengan demikian, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu bagi setiap warganya tanpa terkecuali, termasuk yang memiliki keterbatasan ataupun perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat. Sehingga pemerintah membuat suatu program pendidikan yang khusus diperuntukkan bagi para kaum difabel.
         Pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003) pasal 32 menyebutkan bahwa "Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa."
     Adanya Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dicanangkan oleh pemerintah bagi anak berkebutuhan khusus (ABK ternyata juga masih menimbulkan banyak kesulitan bagi mereka yang berkebutuhan khusus, mengingat jumlah SLB yang terbatas dan biaya pendidikan yang cukup tinggi.
           Selanjutnya untuk membantu mengurangi kesulitan bagi anak berkebutuhan khsus (ABK, pemerintah mencanangkan sekolah inklusi. Dimana pada prosesnya, sekolah inklusi ini merupakan sekolah untuk anak-anak normal yang kemudian didalamnya juga menerima anak berkebutuhan khusus. Meski pendidikan inklusi telah lama dibicarakan bahkan sudah banyak sekolah yang telah mengimplementasikannya, namun belum semua orang mau menerima keberadaan anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah umum. Padahal sesuai aturan, sekolah umum harus menerima siswa tanpa terkecuali termasuk ABK.
         Guru SLB N 2 Semarang, tanggal 18  November 2012 mengungkapkan bahwa untuk saat ini para siswa yang disekolahkan di tempatnya mengajar merupakan siswa-siswi yang ditolak dari sekolah normal. Walaupun tingkat kekurangan yang diderita oleh siswa-siswi tersebut tidak begitu memprihatinkan, akan tetapi menurut mereka hal tersebut cukup menganggu pembelajaran di kelas jika disatukan dengan para siswa normal. Selain itu para orang tua siswanormal juga tidak berkenan untuk menyekolahkan anak mereka bersama dengan anak berkebutuhan khusus karena menurutnya takut tertular.
     Dalam hal ini, guru hendaknya juga dapat menempatkan dirinya dalam mengatasi perbedaan yang ada di sekolah. Untuk menjadi guru yang ideal, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu menawarkan cinta, kemauan untuk memahami, dan komunikasi untuk mempermudah penyampaian ilmu. Apabila tidak ada cinta dalam melakukan pengajaran, maka untuk menerima siswanya saja guru masih kurang nyaman. Yang nantinya hal tersebut akan menganggu dalam proses pembelajaran.
        Dengan demikian, perlu adanya sosialisasi pada para pelaku pendidikan, sehingga nasib para kaum difabel tidak terpinggirkan.

Memilih Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus

Oleh: Yuan
"Proses pemilihan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus diperlukan kecermatan. Hal ini dikarenakan agar anak tersebut tidak merasa terpinggirkan ketika disandingkan dengan anak-anak normal lainnya"

Gambar: Ilustrasi Pengajaran di Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
       Instruksi pemerintah terhadap beberapa  sekolah untuk membuat kelas inklusi yang menggabungkan anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat mengikuti pelajaran bersama teman-temanya sebayanya ditanggapi positif oleh banyak orangtua. Mereka tak lagi merasa kesulitan untuk mencari tempat sekolah yang tepat untuk anaknya yang berkebutuhan khusus.
      Namun beberapa masalah yang muncul adalah beberapa sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi ini ternyata kurang siap. Belum maksimalnya sekolah inklusi menerima anak berkebutuhan khusus (ABK) membuat orang tua perlu selektif memilih sekolah. 
          Mencari sekolah yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus bisa dibilang susah-susah gampang. Untuk itu, ketika hendak mencari sekolah yang tepat, akan lebih baik jika menanyakan rekomendasi dari beberapa orangtua yang juga memilik anak berkemampuan khusus. Sekolah yang bagus biasanya meminta orangtua membawa anaknya untuk dilakukan penilaian dan memberilan try out, baru kemudian diberi keputusan bagus tidaknya masuk sekolah. 
          Pihak sekolah kemudian akan meminta anak datang untuk dievaluasi. Jika anak tersebut dinilai mampu, maka anak diperbolehkan mengikuti kelas.
         Ketersediaan tenaga pendidik juga harus di perhatikan. Biasanya, ada sekolah-sekolah yang menyediakan asisten guru  atau shadow teacher. Bisa juga pihak sekolah membolehkan orangtua menyertakan shadow teacher untuk membantu anaknya di kelas. Shadow teacher bertugas khusus mendampingi anak autis untuk membantu proses belajarnya. Misalnya, guru meminta membuka buku halaman sekian.
        Selanjutnya, jika telah memiliki daftar sekolah yang dianggap baik, orangtua kemudian mengunjungi sekolah bersama anaknya. Tujuannya agar pihak sekolah bisa melihat keadaan anaknya seperti apa. Pada tahap ini, orangtua jangan menyembunyikan jika anaknya memiliki autis, sebab bisa menjadi masalah di kemudian hari. Hal paling urgent untuk diperhatikan dalam kunjungan tersebut adalah lakukan observasi pada sekolah mengenai kurikulum, kebijakan mengenai anak berkebutuhan khusus, juga lingkungan belajarnya untuk menghindari risiko bullying.

Sumber: Yuan. 2012. Memilih Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus. (Online) http://www.neraca.co.id/2012/11/28/memilih-sekolah-anak-berkebutuhan-khusus/ diakses tanggal 28 November 2012.

Buletin BISA No. I/ 01/ 281112

Buletin BISA
No. I/ 01/ 281112

Gambar: Cover Buletin Edisi 1


Untuk mendapatkan file yang komplit mengenai buletin ini. Silakan kirimkan permintaan Anda melalui email saya yaitu: erna.erviana@gmail.com