Buletin BISA No. I/ 01/ 281112

“Untuk menjadi guru yang ideal, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu menawarkan cinta, kemauan untuk memahami, dan komunikasi untuk mempermudah penyampaian ilmu.” (Ciptono, Guru SLB N 2 Semarang saat Seminar Nasional Belajar Mendidik Indonesia: Menjadi Guru Inspiratif Melawan Keterbatasan untuk Mencerdaskan Bangsa)

Adanya Program Inklusi di Sekolah Belum dapat Diterima Siswa Normal

Pemberlakuan program inklusi pada beberapa sekolah belum mampu meretas perbedaan antara orang-orang normal dengan para kaum difabel. Hal ini dapat dilihat dari sikap siswa dan orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang menerapkan program inklusi

Memilih Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus

Proses pemilihan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus diperlukan kecermatan. Hal ini dikarenakan agar anak tersebut tidak merasa terpinggirkan ketika disandingkan dengan anak-anak normal lainnya

[Opini] Sekolah Inklusi

Bentuk dukungan bagi ABK bukan hanya terfokus pada diri sang anak, melainkan juga pada penciptaan lingkungan yang kondusif

[Profil] Ciptono Sang Guru Inspiratif

“Anak berkebutuhan khusus bukanlah produk Tuhan yang gagal, karena setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan. Melalui pengamatan dan kesabaran, anak yang dikarunia ketidaksempurnaan akan memunculkan kelebihan-kelebihan yang perlu dipoles dan dilatih”. (Ciptono)

Unordered List

Sabtu, 12 Januari 2013

[Opini] Sekolah Inklusi

Menurut Muryartini, 
Staff Kependidikan Institut Pertanian Bogor

  Sekolah inklusi belum banyak dikenal oleh masyarakat kita. Tak jarang orang tua keberatan jika anaknnya disatukan dengan ABK, karena takut tertular, padahal disabilitas bukan penyakit menular. Sehingga peningkatan jumlah sekolah inklusi ini membawa dampak baik. Hal itu membuat masyarakat mengenal lebih dekat tentang ABK dan memperlakukan mereka secara wajar. Bentuk dukungan berupa sikap yang wajar ini tidak begitu saja mudah dihadirkan. Masyarakat kita masih banyak yang berpandangan konservatif, mengganggap ABK sebagai seseorang orang cacat dan bermasa depan suram. Pandangan ini yang harus kita sudahi. Bagaimanapun, selain dukungan keluarga, dukungan masyarakat sangat diperlukan, karena kelak, diharapkan ABK dapat mandiri dan membaur dengan masyarakat. 
  

[Profil] Ciptono Sang Guru Inspiratif

Oleh: Erna Erviana Purnama Sari


Ciptono lahir di Desa Susukan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, pada 11 November 1963. Ia merupakan putra ketiga dari lima bersaudara. Sejak kecil Ciptono harus menjalani masa kana-kanak yang kurang begitu menggembirakan, karena pada usia 3 tahun, ia harus ditinggal sang ibu  berpulang ke rumah Allah.
Kehidupannya harus terus berlanjut. Ciptono akhirnya diasuh oleh sang nenek. Ia menjalani pendidikan di SD Negeri 1 Susukan, kemudian menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Salatiga. Setamat SMP, Ia memilih sekolah di SMA  Muhammadiyah Solo.
Ia merupakan sosok guru yang sangat peduli pada perkembangan anak-anak berkebutuhan khusus. Jiwa sosialnya untuk menolong ABK muncul sejak lulus SMA tahun 1982. Awalnya, Ciptono sempat mendaftar di Kedokteran UGM namun tidak diterima. Kemudian, dia memutuskan untuk mendaftar di IKIP Yogyakarta (UNY) dengan jurusan Pendidikan Luar Biasa.
Tahun 1989 ia mengajar Pendidikan Sejarah dan Perjuangan Bangsa dan dasar-dasar pendidikan luar biasa di Pendidikan Guru Agama Negeri. Pada tahun itu juga ia menjadi calon pegawai negeri sipil SLB C YPAC Semarang. Dari keseringannya bergaul dengan mereka yang berkebutuhan khusus, Ciptono mulai menemukan kenyataan bahwa di antara anak-anak itu ada yang memiliki bakat khusus. Kemudian ia mulai membuka sekolah berkebutuhan khusus di garasi rumahnya, yang akhirnya mendapatkan tanah sekitar 3 ha dari Gubernur Jateng untuk mengembangkan SLB, yang saat ini menjadi sekolah percontohan hingga keluar negeri.
Seiring berjalannya waktu, ia mendapatkan penghargaan atas prestasinya memberdayakan anak-anak berkebutuhan khusus, Ciptono yang pada 2003 menyabet juara I Lomba Mengarang dan Pidato Antarguru SLB se-Jawa Tengah itu mendapat berbagai penghargaan dari dinas pendidikan sampai Departemen Pendidikan Nasional. Ia juga memperoleh tujuh rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) atas kepeduliannya kepada anak-anak berkebutuhan khusus. 
Penghargaan lainnya adalah sebagai guru SLB berdedikasi tinggi dari dinas pendidikan setempat pada tahun 2003. Tahun 2005 ia menerima penghargaan sebagai guru berdedikasi tinggi dari Mendiknas Bambang Sudibyo, dan tahun 2006 menjadi juara guru kreatif. Atas prestasinya, ia diberi kepercayaan untuk menjabat sebagai Kepala Sekolah SLB C YPAC Semarang. Jabatan yang terus dijabatnya dari tahun 2000 hingga 2006.
Kemudian pada Agustus 2008 Ciptono menyabet juara pertama lomba manajemen pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus tingkat nasionalIa dipercaya untuk mengepalai SLB Negeri Semarang yang baru berdiri pada tahun 2006 dan tetap menjabat hingga sekarang.
Berkat menjadi pemenang dalam Kick Andy Heroes, tahun lalu,  Ciptono, sekarang banyak menjadi pembicara di berbagai acara dan seminar tentang anak berkebutuhan khusus. Baginya, anak berkebutuhan khusus bukanlah produk Tuhan yang gagal, karena setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan. Melalui pengamatan dan kesabaran, anak yang dikarunia ketidak sempurnaan akan muncul kelebihan-kelebihan yang perlu dipoles dan dilatih.

Adanya Program Inklusi di Sekolah Belum dapat Diterima Siswa Normal

Oleh: Erna Erviana Purnama Sari
"Pemberlakuan program inklusi di sekolah masih belum mampu meretas perbedaan antara orang-orang normal dengan para kaum difabel. Hal ini dapat dilihat dari sikap siswa dan orang tua siswa untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang menerapkan program inklusi"
Gambar: Ilustrasi Sekolah Inklusi
      Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sudah menjadi kebutuhan manusia dalam menjamin keberlangsungan hidupnya. Dengan demikian, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu bagi setiap warganya tanpa terkecuali, termasuk yang memiliki keterbatasan ataupun perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat. Sehingga pemerintah membuat suatu program pendidikan yang khusus diperuntukkan bagi para kaum difabel.
         Pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003) pasal 32 menyebutkan bahwa "Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa."
     Adanya Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dicanangkan oleh pemerintah bagi anak berkebutuhan khusus (ABK ternyata juga masih menimbulkan banyak kesulitan bagi mereka yang berkebutuhan khusus, mengingat jumlah SLB yang terbatas dan biaya pendidikan yang cukup tinggi.
           Selanjutnya untuk membantu mengurangi kesulitan bagi anak berkebutuhan khsus (ABK, pemerintah mencanangkan sekolah inklusi. Dimana pada prosesnya, sekolah inklusi ini merupakan sekolah untuk anak-anak normal yang kemudian didalamnya juga menerima anak berkebutuhan khusus. Meski pendidikan inklusi telah lama dibicarakan bahkan sudah banyak sekolah yang telah mengimplementasikannya, namun belum semua orang mau menerima keberadaan anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah umum. Padahal sesuai aturan, sekolah umum harus menerima siswa tanpa terkecuali termasuk ABK.
         Guru SLB N 2 Semarang, tanggal 18  November 2012 mengungkapkan bahwa untuk saat ini para siswa yang disekolahkan di tempatnya mengajar merupakan siswa-siswi yang ditolak dari sekolah normal. Walaupun tingkat kekurangan yang diderita oleh siswa-siswi tersebut tidak begitu memprihatinkan, akan tetapi menurut mereka hal tersebut cukup menganggu pembelajaran di kelas jika disatukan dengan para siswa normal. Selain itu para orang tua siswanormal juga tidak berkenan untuk menyekolahkan anak mereka bersama dengan anak berkebutuhan khusus karena menurutnya takut tertular.
     Dalam hal ini, guru hendaknya juga dapat menempatkan dirinya dalam mengatasi perbedaan yang ada di sekolah. Untuk menjadi guru yang ideal, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu menawarkan cinta, kemauan untuk memahami, dan komunikasi untuk mempermudah penyampaian ilmu. Apabila tidak ada cinta dalam melakukan pengajaran, maka untuk menerima siswanya saja guru masih kurang nyaman. Yang nantinya hal tersebut akan menganggu dalam proses pembelajaran.
        Dengan demikian, perlu adanya sosialisasi pada para pelaku pendidikan, sehingga nasib para kaum difabel tidak terpinggirkan.

Memilih Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus

Oleh: Yuan
"Proses pemilihan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus diperlukan kecermatan. Hal ini dikarenakan agar anak tersebut tidak merasa terpinggirkan ketika disandingkan dengan anak-anak normal lainnya"

Gambar: Ilustrasi Pengajaran di Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
       Instruksi pemerintah terhadap beberapa  sekolah untuk membuat kelas inklusi yang menggabungkan anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat mengikuti pelajaran bersama teman-temanya sebayanya ditanggapi positif oleh banyak orangtua. Mereka tak lagi merasa kesulitan untuk mencari tempat sekolah yang tepat untuk anaknya yang berkebutuhan khusus.
      Namun beberapa masalah yang muncul adalah beberapa sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi ini ternyata kurang siap. Belum maksimalnya sekolah inklusi menerima anak berkebutuhan khusus (ABK) membuat orang tua perlu selektif memilih sekolah. 
          Mencari sekolah yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus bisa dibilang susah-susah gampang. Untuk itu, ketika hendak mencari sekolah yang tepat, akan lebih baik jika menanyakan rekomendasi dari beberapa orangtua yang juga memilik anak berkemampuan khusus. Sekolah yang bagus biasanya meminta orangtua membawa anaknya untuk dilakukan penilaian dan memberilan try out, baru kemudian diberi keputusan bagus tidaknya masuk sekolah. 
          Pihak sekolah kemudian akan meminta anak datang untuk dievaluasi. Jika anak tersebut dinilai mampu, maka anak diperbolehkan mengikuti kelas.
         Ketersediaan tenaga pendidik juga harus di perhatikan. Biasanya, ada sekolah-sekolah yang menyediakan asisten guru  atau shadow teacher. Bisa juga pihak sekolah membolehkan orangtua menyertakan shadow teacher untuk membantu anaknya di kelas. Shadow teacher bertugas khusus mendampingi anak autis untuk membantu proses belajarnya. Misalnya, guru meminta membuka buku halaman sekian.
        Selanjutnya, jika telah memiliki daftar sekolah yang dianggap baik, orangtua kemudian mengunjungi sekolah bersama anaknya. Tujuannya agar pihak sekolah bisa melihat keadaan anaknya seperti apa. Pada tahap ini, orangtua jangan menyembunyikan jika anaknya memiliki autis, sebab bisa menjadi masalah di kemudian hari. Hal paling urgent untuk diperhatikan dalam kunjungan tersebut adalah lakukan observasi pada sekolah mengenai kurikulum, kebijakan mengenai anak berkebutuhan khusus, juga lingkungan belajarnya untuk menghindari risiko bullying.

Sumber: Yuan. 2012. Memilih Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus. (Online) http://www.neraca.co.id/2012/11/28/memilih-sekolah-anak-berkebutuhan-khusus/ diakses tanggal 28 November 2012.

Buletin BISA No. I/ 01/ 281112

Buletin BISA
No. I/ 01/ 281112

Gambar: Cover Buletin Edisi 1


Untuk mendapatkan file yang komplit mengenai buletin ini. Silakan kirimkan permintaan Anda melalui email saya yaitu: erna.erviana@gmail.com



Jumat, 11 Januari 2013

Perumpamaan

Oleh: Erna Erviana Purnama Sari

Pengertian Perumpamaan adalah suatu peribahasa yang digunakan seseorang dengan cara membandingkan atau mengibaratkan suatu keadaan atau tingkah laku seseorang dengan keadaan alam, benda, atau makhluk alam semesta. 

Ciri- Ciri
  1. Dari sisi bentuk, perumpamaan berupa satu klausa pendek.
  2. Dari segi sisi, perumpamaan hanya menyebutkan perbandingan makna secara terang yang biasanya ditandai dengan kata seperti, umpama, laksana, bagai, bak dan ibarat.

Contoh
  1. Bagai duri dalam daging, artinya sesuatu hal yang tidak menyenangkan.
  2. Seperti kera mendapat bunga, artinya orang yang tidak tahu/tidak dapat menghargai barang yang berguna. 
  3. Laksana kera dapat bunga, artinya mendapat sesuatu tapi tak tahu faedah/manfaatnya. 
  4. Bagai itik pulang petang, artinya jalan dengan lambat sambil melenggang.
  5. Ibarat seekor balam, mata terlepas badan terkurung, artinya seseorang yang dipinggit, hidupnya selalu diawasi.
  6. Bagai pinang dibelah dua, artinya dua orang atau hal yang sama, dan tidak terlihat bedanya. 
  7. Bagai kucing lepas senja, artinya sangat senang hingga lupa pulang.

Manifestasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Ideologi Terbuka


Pancasila merupakan hasil dari berfikir secara kefilsafatan, yang berasal dari hasil pemikiran yang mendalam dari para pendiri Negara Indonesia, yang kemudian disyahkan sebagai dasar filsafat Negara pada tanggal 18 Agustus 1945. Hal ini tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang wajib dipelajari dan dipahami tentang hal yang terkandung dalam ajaran Pancasila itu. Sebagai warga negara yang baik, seharusnya dapat setia pada nusa dan bangsa serta mempelajari dan menghayati pandangan hidup bangsa yang selanjutnya diamalkan sebagai ideologi negara.

PENGERTIAN IDEOLOGI
Ideologi berasal dari bahasa Yunani idein yang berarti melihat, dan logia yang berarti kata atau ajaran. Ideologi adalah suatu kompleks idea-idea asasi tentang manusia dan dunia yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup (Rukiyati: 142). Ideologi merupakan gagasan atau ide yang bersifat politik, maka dari itu ideologi negara dapat diartikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan dasar yang sistematis dan menyentuh tentang manusia dan kehidupannya baik individual maupun sosial dalam kehidupan kenegaraan (Noor Ms Bakry: 115). Ideologi mencerminkan cara berfikir masyarakat, namun juga membentuk masyarakat menuju cita-cita. Pada dasarnya, ideologi suatu bangsa adalah pelaksanaan dari nilai-nilai yang dimiliki dan diyakini kebenarannya sehingga menimbulkan tekad untuk mewujudkannya.
Pancasila akan selalu berkembang sesuai dengan kepentingan dan kondisi kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Ideologi negara menyatakan suatu cita-cita yang ingin dicapai dan mencakup nilai-nlai yang menjadi dasar serta pedoman Negara dalam kehidupannya.
Soerjanto Poespowardojo, mengemukakan fungsi-fungsi ideologi adalah sebagai berikut:
  1. Struktur kognitif, yakni keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.
  2. Orientasi dasar, dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
  3. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi manusia untuk melangkah dan bertindak.
  4. Bekal dan jalan bagi manusia untuk menentukan identitasnya.
  5. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
  6. Pendidikan bagi manusia atau masyarakat untuk memahami, dan menghayati, serta menampilakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya (Aa Nurdiaman, 2007: 11).
Rukiyati (2008), mengemukakan bahwa ciri-ciri Pancasila jika dirumuskan secara positif, adalah sebagai berikut:
1. Integral
Integral dalam artian, Pancasila mengajarkan ajaran kemanusiaan yang utuh, dapat dikatakan manusia perlu melengkapi manusia lain.
2. Etis
Etis berasal dari kata etka, yaitu filsafat yang berkaitan dengan tindakan manusia yang dapat dikenai ukuran baik atau buruk. Tindakan manusia tersebut akan berhubungan dengan moral. Pancasila didasarkan sebagai filsafah Negara, dengan demikian berarti dalam kehidupan bernegara pada dasarnya harus taat kepada norma-norma yang sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
3. Religius
Religius merupakan pengakuan adanya kekuatan, kekuasaan yang mengatasi segala sesuatu yang dipahami oleh bangsa Indonesia sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Pada sila pertama Pancasila, menegaskan bahwa manusia pada hakikatnya menyatu pada Tuhan, yaitu dalam artian tindakan, perbuatan yang diyakini dalam kehidupan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila mengakui dan menjadikan nilai-nilai Ketuhanan sebagai sumber nilai, motivasi, dan inspirasi bagi kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat Indonesia.

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
Pancasila sebagai ideologi terbuka, dalam hal ini dijadikan sebagai pedoman dalam suatu sistem pemikiran yang terbuka. Melalui ideologi terbuka, bangsa Indonesia mampu berkembang seiring dengan kemajuan jaman dan dapat mengembangkan dinamika kehidupan masyarakat serta dapat lebih mudah dalam memecahkan segenap permasalahan yang timbul dengan penyelesaian yang baik dan lebih terbuka dengan didasarkan atas kesepakatan seluruh masyarakat tanpa adanya paksaan dari luar. Walaupun sebagai ideologi terbuka, dalam hal ini Pancasila diharapkan mampu menyaring setiap pengaruh dari perubahan jaman di era globalisasi seperti sekarang ini.
Aspek-aspek dalam Pancasila sebagai ideologi terbuka, baik berupa cita-cita pemikiran atau nilai-nilai, maupun norma yang baik dapat direalisasikan dalam kehidupan dan bersifat terbuka dengan memiliki tiga dimensi, yaitu:
  1. Dimensi idealistis, yaitu berarti nilai-nilai dasar dari Pancasila memiliki sifat yang sistematis, juga rasional, dan bersifat menyeluruh.
  2. Dimensi normatif merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila yang perlu dijabarkan kedalam sistem norma, sehingga tersirat dan tersurat dalam norma-norma kenegaraan.
  3. Dimensi realistis, dalam hal ini nilai-nilai Pancasila yang dimaksud diatas harus mampu memberikan pencerminan atas realitas yang hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan Negara (Pandji, Setidjo: 2010).
(NASKAH LENGKAP ADA DI PENULIS)
DAFTAR PUSTAKA

Anshoriy, Nasruddin. 2008. Dekonstruksi Kekuasaan: Konsolidasi Semangat Kebangsaan. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Bakry Ms, Noor. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ino. 2011. Perbedaan Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup. (Online) (http://www.inoputro.com/2011/06/perbedaan-ideologi-terbuka-dan-ideologi-tertutup/, diakses tanggal 7 April 2012).
Nurdiaman, Aa. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan: Kecakapan Berbangsa dan Bernegara untuk Kelas VII SMP/MTs. Bandung: Pribumi Mekar.
Rukiyati. 2008. Pendidikan Pancasila Buku Pegangan Kuliah. Yogyakarta: UNY Press.
Setijo, Pandji. 2010. Pendidikan Pancasila Prespektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta: PT Grasindo.
Siswoyo, Agus. 2012. Arti Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. (Online). (http://agussiswoyo.net/ekonomi/arti-keadilan-sosial-bagi-seluruh-rakyat-indonesia/, diakses tanggal 15 April).

Kamis, 10 Januari 2013

Kebiasaan Berpikir Positif bagi Remaja

Oleh: Erna Erviana Purnama Sari
Pikiran akan menghasilkan sikap, sikap menghasilkan kebiasaan, kebiasaan menghasilkan karakter atau akhlaq, dan akhlaq menentukan nasib. Jadi, nasib kita ditentukan oleh pikiran (selain oleh kehendak Allah). Jika kita ingin mendapatkan nasib yang baik, maka perbaiki pikiran kita. Dengan pikiran yang positif, akan membuahkan hasil yang positif pula. Padahal tidak dipungkiri, kebanyakan orang lebih mudah berpikir negatif daripada mencoba untuk berpikir positif.
Kondisi psikologis yang positif pada diri individu dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan beragam masalah dan tugas. Berpikir positif juga membantu seseorang dalam memberikan sugesti positif pada diri sendiri saat menghadapi kegagalan, saat berperilaku tertentu, dan membangkitkan motivasi.
Seseorang yang selalu berpikir positif maka ia akan cenderung optimis, baik itu optimis dalam berpikir maupun bertindak. Individu yang optimis berarti dirinya memiliki paradigma pemikiran dengan arah dan tujuan nyata dalam menangapi setiap masalah yang dihadapi.
Ada pula efek negatif dari berpikir positif. Ini biasa dialami remaja dalam situasi tertentu. Berpikir positif kurang tepat bila diterapkan pada situasi yang menuntut anak untuk berprestasi (Goodhart, 1985). Karena anak yang terlalu berpikir positif untuk beprestasti akan menunjukkan prestasi yang kurang baik bila dibandingkan dengan anak yang berpikir negatif. Seorang anak yang terlalu berpikir positif akan menjadi kurang termotivasi untuk berusaha keras agar berprestasi, karena tingkat kekecewaan pada dirinya rendah. Anak akan menggampangkan hal yang belum didapatkannya, bahkan mungkin akan menganggap remeh suatu  hal. Dapat dikatakan anak terlalu percaya diri, tetai rasa percaya diri yang tinggi membuat anak akan Sebaliknya, seorang anak yang cenderung berpikir negatif akan berusaha dengan keras dan memiliki motivasi yang kuat untuk menghindari hasil yang buruk karena pikirannya dihantui oleh rasa negatif akan prestasi yang buruk menimpanya.
Berpikir positif ketika tidak tahu tujuan hidup akan membuat seseorang menjadi semakin mudah sampai pada tempat yang salah (Covey, 1997). Seseorang harus sudah yakin dengan kebenaran arah tujuan hidup yang akan dicapai. Artinya, dalam melakukan sesuatu harus sudah yakin dengan kebenaran pandangan-pandangan yang diikuti. Jika yang dilakukan itu salah dan berpikir positif terhadap kesalahan maka akan memperoleh hasil yang negatif mempercepat ke arah tujuan yang salah.
Seorang anak yang berpikir negatif terhadap orang lain ataupun terhadap situasi yang cukup berat bukan berarti dirinya tidak dapat berpikir positif. Hal ini dapat diubah dengan cara berpikir negatif menjadi berpikir positif. Namun dalam proses pelaksanaannya membutuhkan waktu dan latihan untuk membuat kebiasaan yang baru ini. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan agar anak lebih optimis dalam bersikap dan memiliki pikiran yang positif (Peale: 2008):
1.  Percayai Diri Sendiri
   Salah satu masalah yang menghantui para remaja saat ini adalah kurangnya rasa percaya diri. Inferiority complex juga dapat berarti sangat meragukan kemampuan diri sendiri. Seseorang yang sudah mengalami inferiority complex atau tidak percaya diri akan mencegah dirinya untuk dapat menggapai harapan dan cita-citanya. Hal ini dapat dibatasi dengan mengisi pikiran dengan keyakinan sepenuhnya hingga meluap menjadi aktivitas fisik yang sadar serta mengembangkan keimanan kepada Tuhan. Dan hal ini akan memberikan keyakinan nyata terhadap diri sendiri. Mengembangkan keimanan dapat dilakukan dengan berdoa, membaca kitab suci hingga pikiran kita dapat menyerap isinya. Doa yang dapat menghasilkan kualitas keyakinan untuk mengikis inferiority complex harus benar-benar alami dari dalam  hati nurani. Jika berdoa hanya dijadikan formalitas, tidak cukup kuat untuk membuang inferiority complex.
   Jika kita berpikir bahwa penampilan maupun kemauan kita berada di bawah orang lain, maka kita akan merasa minder. Tapi jika pikiran kit amengatakan bahwa kita memiliki potensi yang sama dengan orang lain, maka kita akan percaya diri.
   Ada orang yang menyebutkan bahwa ketidakpercayaan diri merupakan bawaan sejak lahir, hal itu boleh dikatakan benar. Tetapi tidak semua orang yang mengalami inferiority complex merupakan bawaan dari lahir. Hal itu tergantung pada pola perkembangan dan lingkungan sekitar.
2.  Menerapkan Sikap Periksa Diri
   Setiap kali kita berpikir bahwa kita akan mengalami suatu peristiwa buruk atau tidak akan sukses dalam melakukan suatu hal, maka segera singkirkan pikiran itu dan tanamkan pikiran-pikiran positif untuk menghadangnya. Initinya, berfokus pada hal positif yang akan dihasilkan dan melakukan pemeriksa diri atau menata ulang diri sendiri. Jika pikiran negatif lebih banyak, maka segera alihkan dengan pikiran positif. Semakin sering kita berlatih menggunakan sikap mental positif, semakin cepat kita menyadari munculnya pikiran negatif.
3.  Mengikuti Gaya Hidup Sehat
   Olahraga yang rutin dapat mengubah suasana hati menjadi positif. Pola makan yang sehat juga akan mempengaruhi pikiran dan tubuh. Secara tidak langsung, tubuh akan dapat mengelola stres yang ada pada pikiran. Tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka akan juga tertanam pikiran yang positif, sebab pikiran yang jernih juga datang dari hal yang bersih. Jika tubuh sehat, maka ketika melakukan suatu tindakan juga berdasarkan hati yang jernih maka akan timbul pemikiran yang positif.
4.  Menjaring Relasi dengan Teman yang Positif
   Sebagai makhluk sosial, manusia ditakdirkan hidup bersama dengan orang lain. Menjaring relasi dengan orang-orang yang berpikir positif akan mendatangkan hasil yang positif. Pikirkan yang positif itu seperti penyakit yang menular. Orang-orang yang memandang kehidupan dengan positif merupakan orang yang optimis dan selalu mendukung kita dengan memberi saran yang baik. Sebaliknya jika kita berada di lingkungan orang-orang yang berpikir negatif, maka akan meningkatkan stres dan bahkan akan membuat kita ragu untuk mengelola stres dengan cara yang sehat dan berpikir logis. Memahami lebih dahulu kelemahan dan kekurangan diri sendiri, memahami dan menerima kekurangan dan kelebihan orang lain, maka seseorang sudah memiliki kunci untuk memasuki jaringa pergaulan yang positif, saling pengertian, toleransi dan saling menguntungkan.
5.  Lebih Peka dalam Menghadapi Sesuatu
   Lebih peka terhadap masalah-masalah potensial berarti lebih siap dalam menghadapinya. Seseorang yang terbiasa menghadapi suatu masalah, jika dihadapkan pada masalah yang berat, dirinya masih bisa untuk mengatasinya. Penyelesaian masalah dilakukan dengan lebih mengetahui masalah tersebut. Jika masalah dipahami lebih dalam, maka akn mudah untuk mengatasinya.
   Ini juga berlaku ketika kita peka terhadap pengalaman-pengalaman positif. Apabila selalu menanggapi kegiatan yang baru dialami di kehidupan kita, maka akan memperoleh sesuatu hal yang baru.
6.  Memiliki Rasa Bersyukur
   Kehidupan di dunia ini akan lebih indah dijalani dengan rasa syukur. Memiliki rasa syukur berarti mensyukuri atas apa yang diterima, hal baik ataupun buruk. Rasa syukur merupakan salah satu cara dari berpikir positif. Seseorang selalu memiliki target dari apa yang diinginkan, tapi jika target itu tidak bisa dicapai, disini pikiran positif memiliki peran yang penting karena akan dapat membangun dan memperkuat kepribadian seseorang untuk dapat mengambil hal-hal yang baik atau hal positif dari setiap kejadian yang diterima. Menghadapi situasi yang dapat kita kendalikan dan berupaya menerima situasi yang tidak dapat kita kendalikan.
7.  Memiliki Rasa Humor
   Mencoba untuk tetap tersenyum dan tertawa, khususnya pada saat menghadapi masa yang sulit. Rasa humor  akan membantu seseorang untuk mendapatkan pikiran, emosi, dan perilaku yang lebih positif. Hal ini dikarenakan, seseorang yang memiliki rasa humor tidak menghadapi masalah dengan pikiran yang terlalu berat dan memandangnya dengan pikiran yang tenang dan positif. Rasa humor yang dimiliki akan mengimbangi beban mental yang ada di dalam pikirannya.
8.  Mencatat Hal Baik yang Dialami
   Selalu mencatat hal baik yang dialami selama melakukan aktivitas seharian. Semakin banyak hal baik yang dialami, berarti semakin positif pula sikap kita. Mungkin cara ini dimaksudkan agar menjadi kebiasaan dalam melakukan hal baik.
9.  Menaati Aturan Sederhana
   Kita harus memiliki prinsip dalam hidup.  Jangan pernah mengatakan apapun kepada diri kita  sesuatu yang tidak ingin kita katakan pada orang lain. Tidak semua orang menyukai apa yang kita katakan. Sesuatu yang benar dimata kita, belum tentu itu benar dimata orang lain ataupun sebaliknya. Jika kita mengatakan hal yang tidak ingin kita katakan, dan orang lain tidak menyukainya hal ini akan merusak hubungan yang positif.  Hubungan yang positif terjalin bukan hanya karena kita dapat memahami orang lain, tetapi juga bagaimana orang lain dapat memahami kita. Karena itu perlu diterapkan aturan sederhana.
Seseorang yang sudah dapat merasakan efek dari berpikir positif itu sendiri, kemudian dirinya dapat membiasakan berpikir positif dalam tahap kegiatan yang dilakukan. Jika berpikir positif itu menjadi kebiasaan, maka akan membentuk karakter, yang kemudian akan membentuk kepribadian pada diri mereka.

DAFTAR PUSTAKA


R. Covey, Stephen.,Thomas Moore, dkk.  1997. Quest: The Spiritual Path to Success. United States: Simon & Schuster AudioBook.

Vincent Norman, Peale. 2008. Berpikir Positif untuk Remaja. Yogyakarta: Baca.

Penggunaan Bahasa Ilmiah di Sekolah Dasar

Oleh: Erna Erviana Purnama Sari
Gambar: Siswa SD sedang Mengikuti Pembelajaran
Sebagai seorang calon guru, hendaknya kita dapat berinteraksi dengan siswa. Tentu saja untuk mendapatkan hal tersebut kita dituntut untuk dapat berkomunikasi denga baik. Tidak mudah bagi kita untuk dapat berbahasa dengan baik. Bahasa yang baik dan benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik bahasa tertulis maupun bahasa lisan. Adapun ciri-ciri dari bahasa baku dapat kita lihat seperti dibawah ini:

  1. Penggunaan lafal baku dalam bahasa lisan, contoh: kalau klo, habis abis, nanti entar, sudah udah. 
  2. Penggunaan tata bahasa normatif, contoh: acara itu sedang kami ikuti acara itu kami sedang ikuti.
  3. Penggunaan kata-kata baku, contoh: uang duit, makan maem, tidak nggak, sekali banget. 
  4. Penggunaan ejaan resmi dalam bahasa tulis, contoh: dan sebagainya dsb, dan lain-lain dll, harus hrs, yang yg, yang bersangkutan ybs.
  5. Penggunaan kalimat secara efektif, contoh: saya tidak pernah telat datang ke sekolah aku nggak pernah telat ke sekolah.
       Banyak masyarakat yang menganggap bahasa baku itu sangat bertele-tele, padahal semua itu bertujuan agar kita bisa menggunakannya secara komunikatif dalam pergaulan sehari-hari serta mempermudah kita untuk mengerti maksud dari bahasa lisan atau bahasa tulis yang disampaikan seseorang kepada kita. Dengan demikian, penggunaan bahasa yang baik dan benar sangat diperlukan. Apalagi ketika kita berada di kampus dibiasakan untuk menggunakan bahasa ilmiah dalam pemilihan kata, baik itu dalam pembuatan karya ilmiah maupun dalam melakukan presentasi di kelas. Hal ini tentu saja tidak mungkin diterapkan penggunaan bahasa ilmiah di sekolah dasar.
       Bayangkan saja ketika kita sedang melakukan observasi di sekolah dasar, kemudian secara tidak sengaja kita menggunakan bahasa ilmiah dalam menjelaskan kepada siswa. Bukan berarti kita merendahkan siswa karena tidak mengetahui maksud dari apa yang kita jelaskan. Tetapi hanya mengantisipasi saja, apabila penggunaan bahasa ilmiah tersebut digunakan dalam menerangkan kepada siswa hal ini akan menghambat dan mempersulit siswa untuk belajar.